Thursday, February 11, 2021

Rigo Aslah (Part 1)

Saya pernah bercerita di blog ini, bagaimana saya menjalani proses kehamilan hingga kelahiran anak pertama saya, Giomar Adiasta Aslah pada tahun 2015 hingga Februari, 2016.  Pada kehamilan kedua ini pun, saya ingin menuangkannya di dalam blog ini.


Teruntuk Rigo Aslah, sayangnya Ibu, Ayah dan Mas Giomar.


Enam bulan setelah kelahiran Giomar, tepatnya Agustus 2016, siklus menstruasi saya mulai kembali seperti semula. Pada bulan berikutnya, kami memutuskan untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD. Fyi, semenjak menggunakan IUD, jumlah darah menstruasi pun menjadi lebih banyak dan siklusnya lebih panjang. Selain kedua hal tersebut, tidak ada keluhan yang berarti bagi saya maupun suami.


Sejak Giomar berumur empat tahun, suami mulai nanya-nanya soal nambah anak. Tapi saya pribadi masih belum mau dan suami menghargai keputusan saya. Menjelang ulang tahun Giomar yang ke-5, saya dan suami mulai berdiskusi (meskipun masih alot) untuk kasih adek buat Giomar. Lalu pada tanggal 19 Oktober 2020, siklus menstruasi saya tidak sesuai jadwal dan tidak banjir seperti biasanya, hanya keluar flek selama lima hari. Pada hari ke-3 menstruasi, saya memutuskan untuk ke dokter kandungan. Nah, pertanyaan selanjutnya adalah siapa dokter kandungannya? Dokter kandungan sewaktu hamil dan lahiran Giomar, dr. Bambang Muliawan, Sp.OG, beliau sakit, jadi tidak bisa praktek lagi. Lalu dr. Farchan Djoened, Sp.OG, dokter kandungan yang memasang IUD saya pun tidak praktek selama pandemik ini. Akhirnya, saya memutuskan untuk tetap kontrol di rumah sakit tempat saya melahirkan Giomar dengan dokter siapapun yang available hari itu. Sebelum ke dokter kandungan, saya dan suami sepakat untuk sekalian lepas aja deh IUD nya. Singkat cerita, setelah dicek, dan lepas IUD, kondisi rahim dan ovarium saya baik. Flek yang sedang saya alami, kemungkinan karena faktor makanan, kelelahan atau stress. Saya pun diberi suplemen asam folat untuk satu bulan.


Menjelang satu bulan kemudian, tepatnya tanggal 15 November 2020, saya ngerasa nggak enak badan. Tanpa pikir panjang, saya beli test pack. Dan benar saja, dua garis merah! Alhamdulillah…. Langsung putar otak mau kontrol kehamilan sama dokter siapa, mau di rumah sakit mana. Keesokan harinya, setelah sholat Subuh, saya ribet sendiri, coba test pack lagi, dan memang bener dua garis merah. Lalu saya memanggil suami dan kasih lihat hasil test pack.


Yhaaaa diaaaa terkejut!


Satu minggu setelah test pack, kami kontrol ke rumah sakit berbeda dan dengan dokter yang berbeda juga. Pilihan dokternya pun sangat random, ya, yang available hari itu dan sesuai dengan jam kerja suami. Alhamdulillah setelah dicek, kantong kehamilan sudah berukuran 6 minggu 2 hari. Saya ingat sekali, dokternya bilang, “Bu, Pak, ini lingkaran putih kantong kehamilannya tebal. Yang kaya gini kuat biasanya.” Kami mengaminkan ucapan dokter. Awalnya dokter bilang bahwa dalam dua minggu, harusnya kami sudah kontrol lagi, tapi karena Covid-19, beliau menyarankan untuk kontrol satu bulan lagi. Sebelum kehamilan, saya sudah mengkonsumsi vitamin D, karena hasil lab menunjukkan kalau vitamin D saya sangat rendah. Dokterpun hanya meresepkan suplemen asam folat. Karena menjelang akhir tahun, kami pun mempercepat jadwal kontrol bulan berikutnya. Kali ini kami kontrol ke tempat praktek dokter dr. Inayatullah Rifai, Sp.OG. Aslinya beliau praktek di Rumah Sakit Azra, Bogor. Sama hal nya dengan kontrol pertama, semua baik-baik saja, umur janin sudah 8 minggu. Kami diresepkan suplemen asam folat dan kalsium. Beliau pun mengingatkan apabila mual, obatnya hanya sabar =')


Mual? Muntah? Males? Nggak semangat? Oh ya iya dong! Tidak jauh berbeda dengan kehamilan Giomar, dikehamilan kedua ini tentunya saya merasakan semua itu. Tapi walaupun mual dan muntah, saya usahakan tetap makan, rutin mengkonsumsi suplemen yang diresepkan oleh dokter kandungan.


Lima minggu setelah kontrol dengan dr. Inayatullah, saya “ngungsi” ke rumah Mama karena merasa butuh bala bantuan untuk menemani Giomar. Kebetulan di rumah Mama ada Teteh yang mau ngejagain Giomar. Alhamdulillah! Nah, karena jarak dari rumah Mama ke RS. Azra/ke rumahnya dr. Inayatullah cukup jauh, akhirnya saya kembali ke rumah sakit tempat lahirannya Giomar. Duh, maaf yaaaaa kalo pusing karena pindah-pindah rumah sakit melulu. Tapi jujur, tidak mudah hamil di saat pandemik apalagi kalau dokter langganan tidak praktek =’(


Ada yang tidak biasa saat kontrol di minggu ke-13 ini, pada saat USG, cukup lama dokter puter sana-sini, feeling saya sudah nggak enak. Dokter kemudian bilang, “Bu, bulan depan kontrol ke dokter fetomaternal ya!”. Seketika jantung saya berdegup kencang, karena sewaktu hamil Giomar, jujur, saya nggak pernah ke dokter fetomaternal dan di Bogor (kalau nggak salah), cuma sedikit dokter fetomaternal. Tanpa ragu saya bertanya, “Kenapa dok? Ada masalah ya?” Dokter menjelaskan bahwa janin dalam kondisi baik, sesuai umur, tapi beliau kesulitan untuk mengukur kepala. Saya langsung tanya, selain menemui dokter fetomaternal, apakah saya perlu cek lab dll? Beliau bilang tidak perlu. Beliau hanya meminta saya untuk kontrol ke dokter fetomaternal bulan depan, saat kandungan memasuki 17 minggu. Kenapa harus menunggu satu bulan? Menurut beliau saat ini janin masih terlalu kecil untuk USG fetomaternal, akan lebih baik jika janin sudah agak lebih besar. Sepulang dari dokter, saya langsung menghubungi suami dan suami tau, pasti saya panik tapi dia coba menenangkan. Tapi feeling saya nggak enak, saya tau banget kalau ini ada masalah. Karena dilihat dari hasil USG, bentuk kepala tidak bulat seperti yang seharusnya. Saya sampai mencari foto USG Giomar saat berumur 12 minggu, dan terlihat berbeda. Saya memberikan pilihan kepada suami, mau ketemu dokter fetomaternal satu bulan lagi atau mencari second opinion dalam waktu dekat. Kami sepakat untuk mencari second opinion di rumah sakit dekat rumah Mama. Lagi-lagi dengan dokter dan rumah sakit berbeda =’)


Dokter yang kali ini kami temui, benar-benar memberikan opininya. Dia menjelaskan bahwa dia hanya melihat selaput yang menutupi otak janin. Tidak ada tengkorak atau batok yang menutupinya. Diagnosa yang beliau berikan adalah Acranii. Sama seperti dokter sebelumnya, beliau menyarankan untuk bertemu dengan dokter fetomaternal. Lalu saya bertanya, “Kapan baiknya saya ke dokter fetomaternal? Menunggu satu bulan lagi atau segera?” dengan tegas beliau bilang, “Segera, Bu, kalau ada hari ini, lebih baik hari ini.” Sesampainya di parkiran mobil, kami segera mencari informasi jadwal dokter fetomaternal dan ternyata hari itu dokter yang direkomendasikan praktek! Sambil menunggu jadwal dokter, kami memutuskan untuk pulang terlebih dahulu, selama perjalanan saya hanya bisa menangis. Sedih, sesak, patah hati dan bingung harus bagaimana. Selama perjalanan, suami cuma bisa bilang, “Sabar ya, Bu…”

 

“Bu, Pak, ini saya periksa dulu satu per satu, nanti setelah semua selesai, akan saya jelaskan.” Tapi belum selesai dokter fetomaternal memeriksa, beliau bertanya, “Ibu, pernah dengar yang namanya Anencephaly?” Saya menggelengkan kepala, “Apa itu, Dok? Dokter terdiam sejenak, “Iya, Bu, jadi tempurung kepalanya tidak terbentuk sempurna.” Saya dan suami pun terdiam. Lebih tepatnya nahan nangis. Setelah semua dicek, terakhir dokternya bilang, “Laki-laki nih, Bu!” =’’’’’’’’’’(

Kami pun mengajukan beberapa pertanyaan seperti:

  1. Apakah tempurung kepala bisa menutup seiring berjalan waktu sampai sembilan bulan nanti? Tidak.
  2. Apakah ada obat yang bisa membuat tempurung kepala menutup? Tidak.
  3. Kenapa bisa terjadi seperti ini? Sebagian besar kasus Anencephaly terjadi karena sang ibu kurang asam folat atau punya autoimun. Namun semuanya bisa dicegah dengan mengkonsumsi asam folat minimal tiga bulan dengan dosis yang berbeda seperti ibu hamil pada umumnya.
  4. Apakah saya perlu cek laboratorium? Tidak.
  5. Apakah yang harus kami lakukan? Beliau tidak menjawab. Beliau hanya bercerita bahwa pasiennya ada yang memutuskan untuk menunggu hingga bulannya melahirkan meskipun setelah lahir, bayi tidak selamat. Dan sesuai kode etik, karena beliau adalah dokter rekomendasi, beliau meminta kami untuk berdiskusi dengan dokter kandungan pertama kami. Beliau meminta kami untuk datang sekali lagi pada umur kehamilan mencapai 20 minggu.

Semalaman saya tidak bisa tidur (jujur, sejak kontrol ke dokter pertama, saya tidak bisa tidur nyenyak). Tengah malam saya terbangun dan nangis sambil mengelus-elus perut.


Keesokan harinya, saya dan suami berdiskusi kembali mau bagiamana. Saya bilang kepada suami kalau saya mau ke dokter dr. Inayatullah, Sp.OG di RS. Azra, Bogor dengan harapan beliau memberikan solusi untuk kami. Sesampainya di ruang praktek, dr. In melihat buku-buku konsultasi kehamilan saya. Lalu bertanya tentang keluhan saya seperti apa. Tanpa panjang lebar saya langsung bilang, “Kandungan saya terdiagnosa Anensefali dan saya mau minta pendapat serta solusi dari dokter.” Lalu beliau bertanya mengenai urutan kontrol saya dengan dokter-dokter sebelumnya. Kamudian beliau melihat hasil USG fetomaternal secara seksama. Ketika USG, beliau meng-iya-kan semua diagnosa yang diberikan dokter-dokter sebelumnya. Beliau bilang bahwa janin kami tidak memiliki tempurung/batok kepala. Jadi, dari mata, tidak ada jidat, langsung otak yang terekspos langsung dengan ketuban. “Bu, ini jaringan otak janin bersentuhan langsung dengan air ketuban.” Saat itu juga saya menangis karena USG nya sangat jelas. Saya melihat bagaimana jariangan otak melayang-layang. Setelah tenang, suami berbisik, “Sama dr. Inayatullah aja ya!” saya hanya mengangguk. Dr. In bilang sebenarnya diagnosa dokter fetomaternal sudah paling confirmed karena dokter feto merupakan top nya dokter kandungan. Lalu kami bertanya, selanjutnya kami harus bagaimana. Beliau menuliskan sambil menjelaskan tiga pilihan yang bisa kami pilih:

  1. Secara pasif yaitu melahirkan saat sembilan bulan nanti. Dengan resiko ketika lahir, bayi tidak akan bertahan setelah dilahirkan dan kemungkinan meninggal sebelum bulannya pun bisa terjadi;
  2. Mengkonsumsi obat selama 30 hari diselingi USG setiap 10 hari. Apalabila gagal, kuretase dan
  3. Melahirkan diumur 14 minggu (sekarang) dengan induksi (obat dan balloon catheter), apabila gagal, kuretase.

Kami kembalikan lagi pilihan tersebut kepada dr. Inayatullah, baiknya kami memilih yang mana. Tanpa menjelaskan sebab musabab ini bisa terjadi, dengan bijaksana dan empati, beliau meyakini kami untuk memilih pilihan ketiga. Beliau bilang bahwa apabila menunggu beberapa minggu lagi, kondisinya akan tetap sama dan tentunya semakin lama akan semakin terasa berat dan sedih. Karena sedang Covid, kami meminta beliau menjelaskan proses rawat inap. Dengan sabar beliau menuliskan dan menjelaskan proses nya satu per satu...


PS: Mohon maaf karena tidak menyebutkan dokter kandungan yang lain karena memang pada akhirnya tindakan dilakukan oleh dr. Inayatullah.

Monday, January 15, 2018

GIOMAR, SAYA DAN SUAMI MELALUI PROSES MENYAPIH

Alhamdulillah, salah satu wish list saya di tahun 2018 ini sudah terlaksana, yaitu menyapih Giomar.

Sejujurnya, saya tidak terlalu sering berafirmasi kepada Giomar tentang: “Gio sebentar lagi mau dua tahun, sudah besar, nenennya berhenti yaaaa..”
Beberapa kali memang saya selipkan, namun tidak intens.

Di lubuk hati yang paling dalam, saya punya keyakinan kalau menyapih Giomar tidak akan sulit. (PD banget nih si Ibu)

Kenapa?

Karena saya ingat ketika Giomar baru lahir, saya baru bisa menyusui langsung itu di hari ke-4. Singkat cerita, saya tidak menemukan kesulitan yang berarti ketika hendak menyusuinya pertama kali. Kalau kata Ibu Bidan, Giomar langsung NYAPLOK! Saya tidak tahu ini ada kaitannya atau tidak, tapi mengingat momen pertama kali menyusui, meyakinkan saya bahwa proses menyapih pun tidak akan sulit.

Dan ternyata benar!

Semua dimulai ketika Giomar masuk daycare, Agustus 2017. Sejak Giomar masuk daycare, otomatis pagi sampai sore, Giomar tidak menyusu. Saya bekalkan susu UHT beserta botol susu jika Giomar mau. Selama di daycare, saya beberapa kali bertanya kepada pembimbingnya mengenai apakah Giomar mencari-cari nenen kalau mau tidur siang? Ternyata tidak. Dia bisa tidur siang sendiri. Kalaupun mau ditemani, hanya berupa tepuk-tepuk pantat atau usap-usap punggung. Waaaah, keren!

Beberapa bulan berlalu, saya dapat laporan bahwa Giomar tidak pernah menggunakan botol susunya, dia lebih menikmati minum susu UHT menggunakan sedotan. Lagi-lagi keren! Senang sekali saya mendengarnya! Semenjak mendapat laporan itu, saya tidak membekalinya botol susu. Saya tarik kesimpulan memang Giomar tidak menikmati minum susu di botol sebelum tidur. Ini merupakan poin penting untuk memulai menyapih. Mengapa? Karena saya tidak mau menyapih dua kali. Menyapih nenen, lalu menyapih botol susu juga sebelum tidur.

Akhir tahun 2017, tanpa ada rencana, Giomar diajak oleh sepupunya untuk menginap. Ini pertama kalinya Giomar menginap tanpa saya dan suami. Begitu juga dengan saya, ini merupakan momen pertama saya sejak memiliki Giomar, tidur tanpa Giomar di sebelah saya. Baper? Jujur, tidak sama sekali. Karena sudah terlalu kangen tidur tanpa bangun tengah malam untuk menyusui.

Sebelum tidur, saya dan suami sudah berjaga-jaga (takutnya Giomar minta pulang) dengan memaksimalkan suara dering HP. Blaaaaassss, saya bangun pagi-pagi, dan mendapati tidak ada kabar apapun di HP. Berarti aman! Wah, lagi-lagi saya senang! Titik terang untuk menyapih semakin terlihat!

Tanpa disadari, 8 Januari, 9 Januari 2018, selama dua hari tersebut, Giomar tidak minta nenen sama sekali. Blaaasss, saya berpikir, mungkin ini saatnya! Giomar kasih kode ke saya dan suami untuk lanjut menyapih. Saya bilang ke suami: “Yah, Giomar udah dua hari ngga nenen, lanjut nyapih aja ya?” Suami dengan mantap: “Lanjut lah, Bu!” Kenapa saya tanya suami, karena dengar kanan-kiri, kalau lagi proses menyapih, biasanya anak mencari kenyamanan lain untuk tidur, seperti digendong. Jadi saya butuh kesiapan suami jikalau hal itu terjadi.

Hari ini, 16 Januari 2018, delapan hari sudah Giomar, saya dan suami melalui proses menyapih. Kami sama-sama menyapih dan disapih. Tidak ada kesulitan yang berarti.

Saya tidak melakukan hal-hal seperti memberi puting saya yang pahit-pahit, balsam ataupun coret lipstik (berkesan sedang sakit). Oiya, sebelumya saya pernah loh iseng coret sekitar nenen saya dengan lipstick, reaksi Giomar? NYENGIR doang terus tetep nenen. Hahaha! Tidak dipungkiri memang terbesit kalau proses menyapihnya akan sulit, pasti hal-hal di atas akan saya coba sih.

Saya pun tidak pisah kamar. Giomar tetap tidur di sebelah saya. Giomar sempat menangis meminta nenen, menarik baju saya, namun kami nikmati proses itu. Tangisannya cukup membuat saya deg-degan dan puting saya cenat-cenut. Rasanya ingin memberikannya nenen, tapi mengingat sudah terlewatnya beberapa hari, membuat saya bertahan untuk tidak memberikanya nenen.

Alhamdulillah, kewajiban saya untuk memberikannya ASI sudah saya laksanakan dengan penuh rasa senang, ikhlas dan bangga. Begitupun dengan Giomar, dengan dia “tiba-tiba lupa nenen”, merupakan tanda bahwa Giomar sudah terpenuhi hak nya untuk mendapatkan ASI yang telah membuatnya kenyang di enam bulan pertama hidupnya dan kemudian membuatnya nyaman sampai diumurnya dua puluh tiga bulan ini.


Dua minggu lagi, Bosque Giomar akan berulang tahun yang ke-2, InsyaAllah ini awal yang baik untuk lanjut ke proses selanjutnya, yaitu: TOILET TRAINING! (brb, siapin mental dulu yaaaah!)

Saturday, February 4, 2017

SELAMAT ULANG TAHUN YANG KE-1, GIOMAR ADIASTA ASLAH....

Terima kasih, Giomar....


Karena sudah berhasil melawan jutaan sperma lain, menjadi juara dan singgah di dalam rahim Ibu tepat selama 40 minggu;

Karena tidak membuat Ibu merasakan "morning sickness" berkepanjangan pada awal kehamilan;
Karena sudah baik budi selama di dalam kandungan Ibu;
Karena sudah berjuang bersama Ibu & Ayah selama hampir 30 jam dan tetap bertahan untuk keluar melalu jalur yang Allah, Ibu, Ayah, dan Dokter Bambang inginkan;
_________


Karena tetap bertahan hingga hari ini untuk memanfaatkan ASI Ibu dengan sebaik-baiknya;

Karena sejak awal MP-ASI hingga hari ini, makanmu selalu lahap dan setia dengan sabar duduk di high chair;
Karena kamu bersedia mengikuti pola Ayah & Ibu yang terbiasa dengan tidur cepat;
Karena dengan hanya usap-usap punggung dan tepuk pantat, kamu bisa terlelap;
Karena tumbuh kembangmu yang sesuai dengan umurmu;


Terima kasih atas kebahagiaan yang kamu berikan kepada Ibu, Ayah dan orang-orang tersayang di sekitarmu;

___________


Mohon maaf, Giomar...



Apabila kami khususnya Ibu kurang sabar dalam menanggapi celotehan dan keingintahuanmu;

Apabila Ibu suka keasyikan sendiri dengan HP/TV/Komputer;
Apabila Ibu beberapa kali membuatmu capek hanya karena Ibu bosan (re: ke mall berjam-jam)
Apabila Ibu beberapa kali membuatmu begadang;
Apabila Ibu bentak/teriak marah kepadamu hanya karena hal sepele;


Semoga diulang tahunmu yang pertama ini, Insya Allah Giomar senantiasa diberi kebahagiaan,, kesehatan, tumbuh kembang sempurna, baik budi dan diberkahi selalu oleh Allah SWT.



Semoga Ayah & Ibu diberikan kerendahan hati, dijauhkan dari kesombongan dan kecurigaan dalam proses belajar bersama Giomar.



Rabbi Habli Minas Sholihin....

Amin YRA.....

Wednesday, June 22, 2016

"Katanya: Selamat tinggal tidur 8 jam!"

Semenjak Giomar lahir, sudah dipastikan lah ya tidur saya dan suami menjadi berkurang.

Kurang tidur sudah dimulai sejak kandungan masuk 38 minggu, karena perut sudah semakin besar dan mulai was-was kalau ada yang aneh dengan si perut.

Begadang juga dilanjutkan ketika proses lahiran. Kalau ini sih totally ngga tidur. Dimulai dari pembukaan 4, jam 8 malam hingga keesokan harinya ketika Giomar lahir, jam 10 pagi.

Lanjut proses begadang ketika Giomar lahir. Giomar mengalami masalah pernapasan karena terlalu lama di jalan lahir. Jadi dia digolongkan ke dalam bayi sakit dan dipantau selama 24 jam oleh suster di ruang bayi sakit, lantai 1. Sedangkan saya di lantai 2. Untuk memberikan ASI, saya hanya diperbolehkan memberikan ASIP melalu selang yang disediakan. Jadi, saya harus pumping tiga jam sekali. Pokoknya harus kerjasama bareng suami banget. Saya pakai alarm untuk pumping, kemudian suami yang turun ke ruangan bayi sakit dan mencuci botol dan alat pumping. Begitu terus secara berulang selama Giomar di ruang bayi sakit dan disinar.

Sesampainya di rumah. Begadang masih terus berlanjut karena Giomar menyusu tiga jam sekali disertai ganti popok. Apalagi ketika Giomar mengalami growth spurt selama tiga hari. Selalu bangun dari jam 1 sampai jam 4 pagi. Fuuuh, teler banget! Sampe nangis karena bingung dan ngantuk. 

Hingga pada akhirnya Giomar kami rutinkan untuk mandi sore, sebelumnya mandi hanya pagi saja. Tapi atas saran Tantenya Billah dan teman-teman, akhirnya Giomar memulai mandi sore ketika umurnya menginjak dua atau tiga minggu.
Selain itu, kami bawa Giomar pijat di Oma Lies. Kami membawanya ketika Giomar berumur satu bulan. Blaaaassss, setelah pijat, tidur Giomar pun semakin membaik. Membaik dalam arti dia sudah mengikuti pola tidur Ayah dan Ibu nya, namun disela-sela tidur malam, tetap ada proses menyusui, yaitu jam 12 malam, 3 pagi dan 6 pagi.

Saat ini, Giomar menginjak umur empat bulan. Tidurnya sudah bagussss banget! Jam 8 biasanya sudah memasuki waktunya Giomar tidur. Jadi, lampu kamar sudah mati dan memakai lampu tidur. Kamipun membiasakan Giomar tidur pakai baju tidur. Sehingga Giomar merasa nyaman dan hangat. Kalau sekarang, proses menyusu hanya dua kali, biasanya jam 3 pagi dan jam 5 atau jam 6 pagi. Jadi, jatah tidur 8 jam saya pun berangsur kembali.

Jadi, kalau ada yang nyinyir soal tidur, tenang saja! Badai pasti berlalu!! Dan perlu diingat, kebiasaan tidur anak, benar-benar berkiblat dari orang tuanya.

Monday, June 20, 2016

Giomar Goes to Pontianak

Beberapa minggu lalu, randomly Datuk nya Giomar ngasih ide untuk bersilaturahmi ke Pontianak sekalian nyekar ke makam Mbahyut sebelum puasa. Setelah negosiasi tanggal, akhirnya diputuskan berangkat tanggal 4 Juni 2016 dan pulang tanggal 7 Juni 2016. Jadi kami bisa menikmati puasa pertama di Pontianak.

Meskipun ada sih yang bilang katanya gampang-gampang aja bawa bayi traveling (Zzz!), tapi tetap saja, saya dan suami mempersiapkan strategi dan perlengkapan untuk Giomar, mengingat ini pertama kalinya Giomar naik pesawat diumurnya yang baru menginjak empat bulan.

1. Kami memilih flight pagi, yaitu pukul 05.20 pagi untuk keberangkatan dan 06.15 untuk kepulangan. Mengapa? Untuk Giomar sendiri, jam 05.20/06.15 masih merupakan jam tidurnya. Jadi, kami berharap Giomar masih tidur selama perjalanan di pesawat.

Fakta:
Memilih flight pada jam tidurnya memang pilihan tepat kok! Dan yang perlu diingat juga adalah perjalanan menuju bandara. First flight menjadi lebih kondusif karena mood Giomar bagus selama perjalanan Bogor - Jakarta. Ngga macet! Ketika perjalanan Jakarta - Pontianak, Giomar tidur selama perjalanan. Ketika pulang, Pontianak - Jakarta, Giomar tidur tapi ditengah perjalanan, Giomar terbangun. Tapi tidak lama kemudian dia tidur lagi.


2. Sewa earmuff dan baby's carrier. Baca blog beberapa orang, katanya kedua items ini penting. Kebetulan kami ngga punya, jadi sewa saja di ecomama.com

Fakta:
Earmuff is a must! Apalagi kondisinya jam tidur, otomatis bukan jamnya bayi nyusu. Emang keliatannya ribet ya. Tapi Giomar anteng-anteng aja pakai earmuff. Oiya, pasang earmuff sebelum masuk pesawat ya. Kalau udah di pesawat ribet. Ketika keberangkatan, saya memakaikannya di pesawat. Agak ribet soalnya Giomar excited liat pesawat. Nah, belajar dari pengalaman pas keberangkatan, ketika pulang, saya sudah pakaikan earmuff ketika di ruang tunggu.


Baby's carrier ngga kepake sama sekali. Pokoknya kami tidak menemukan kesempatan untuk menggunakan baby's carrier. Mungkin karena baru duduk di mobil sebentar, kemudian ngga lama sudah sampai lokasi.


3. Tetap membawa stroller meskipun terdengar ribet.



Fakta:

Big thanks to stroller!
Mengingat Giomar lehernya belum tegak banget dan lebih nyaman bila tiduran atau setengah duduk, jadinya kami memutuskan untuk membawa stroller. Selain memikirkan kenyamanan bayi, kenyamanan orang tua juga  harus dipikirkan lho. Ketika di bandara, stroller kami wrapping lalu masuk bagasi. Sesampainya di Bandara Supadio, stroller langsung kami buka, sehingga Giomar bisa langsung rebahan dan kami bisa dengan tenang menunggu koper. Diberbagai tempat kuliner, Giomar selalu pakai stroller, jadi kami bisa dengan santai makan. dan tidak kerepotan untuk menggendong. Emang lebih effort karena harus buka tutup si stroller, tapi worth it karena dibalas oleh makan dengan tenang. Ada saat di mana Giomar mau digendong, tapi setelah tenang/ketiduran, dengan mudahnya kami bisa taro dia di stroller lagi.



4. Jangan lupa membawa Baby Balsam, Young Living Essentials Oil + VCO, Nosefrida dan Obat penurun panas. Bukan berharap Giomar masuk angin atau kena batuk pilek ya, tapi ketiga items ini wajib hukumnya untuk dibawa ketika travelling. Apalagi Giomar perginya ke Pontianak dimana cuacanya panaaaasss.



Fakta:

Benar saja, hari ke-2 Giomar di Pontianak, sepulang dari menyusuri Sungai Kapuas tengah hari bolong, setelah mandi sore, biasanya Giomar tidur, tapi kali ini dia malah menangis. Sepertinya sudah mengantuk tapi ngga enak badan. Selama setengah jam Giomar rewel, akhirnya saya balur badannya pakai baby balsam (Giomar alergi pakai minyak telon, jadi sudah tidak pakai minyak telon lagi), kemudian kakinya saya pijat menggunakan YL RC dan VCO. Saya tinggal sebentar cuci tangan, eh, langsung pules. Nosefrida sempet dipakai kalau malem kedengeran suara nafasnya grok grok, biasanya mampet karena AC terlalu dingin. Untuk obat penurun panas, Alhamdulillah tidak dipakai.


Intinya bayi dan orangtua harus sama-sama nyaman ya!

Saturday, May 7, 2016

Giomar Adiasta Aslah

Setelah menanti tepat selama 40 minggu, Alhamdulillah, akhirnya saya dapat melahirkan bayi laki-laki, sehat, yang diberi nama "GIOMAR ADIASTA ASLAH" dengan proses persalinan normal.

Proses menuju persalinan pun dimulai pada:

Rabu, 3 Februari 2016; 16.00 WIB
Kami kontrol ke dr. Bambang Mulyawan di RS. BMC seperti biasa. Setelah dicek, ternyata sudah ada pembukaan. Pembukaan 1 - longgar alias pembukaan 1 cm plus agak longgar (tapi belum sampai 2 cm).  Pada kontrol ini pun, saya diinformasika bahwa saya memiliki tipe "perut gantung" dimana rahim saya agak kebelakang sehingga sudah dapat dipastikan bahwa proses pembukaan akan lama. Lalu saya disuruh pulang terlebih dahulu oleh dr. Bambang. Beliau bilang, anything can be happened in anytime. Bisa besok Subuh atau bahkan dua hari lagi... Lalu kami memutuskan pulang saja. Padahal kami sudah membawa perlengkapan sih, tapi atas saran dr. Bambang, kami memutuskan untuk pulang saja.

Kami belum menginformasikan keluarga bahwa saya sudah berada dipembukaan 1. Kami ngga mau heboh-heboh dulu sampai pembukaan meningkat. Sesampainya di rumah, kontraksi mulai lebih sering terjadi dengan hitungan per 20 - 30 menit sekali. Perut kencang seperti papan namun tidak diiringin mules. Hanya perut kencang saja. 

Kamis, 4 Februari 2016; 03.00 WIB

Dini hari terasa berbeda karena saya tumben-tumbenan tidak buang air kecil. Tapi entah kenapa, saya ingin ke kamar mandi. Lalu saya ke kamar mandi dan sesampainya di depan pintu kamar mandi, saya membuka celana dalam dan mendapati flek/lendir seperti ubur-ubur yang cukup banyak disertai serat-serat darah. Sontak saya kaget, kemudian secara perlahan saya panggil Billah: "Yah...." Pelan sekali... Saya tidak ingin membuat dia panik atau kaget. Lalu Billah langsung membalas sautan dan melihat kondisi saya. Dia cuma nanya: "Apaan tuh!?". Kemudian dia menelepon dr. Bambang, namun tidak diangkat. Tapi tidak lama kemudian, dr. Bambang sms: "Kenapa, Bu?", akhirnya kami menjelaskan apa yang terjadi lewat SMS. Dr. Bambang menyarankan untuk segera ke IGD RS. Bogor Medical Center (BMC) untuk diobservasi. Beliau menyuruh kami tenang dan mengingatkan bahwa proses masih panjang.

Ok, dengan tenang kami pun siap-siap kemudian pamitan dengan Ayah. Huhu, tangan saya sudah basah keringetan...! Deg-degan!

Sesampainya di RS, sekitar jam 04.00 WIB, saya menuju IGD dan cek tensi, so far tensi selalu bagus, antara sekitaran 110/70. Setelah dicek, saya dipindahkan ke ruang tindakan untuk di CTG. Dengan CTG, kita bisa tahu interval kontraksi, gerakan bayi dan denyut jantung bayi. Dalam kurun 20 menit, kontraksinya stabil 5-10 menit sekali, gerakan dan denyut jangtungnya pun bagus. Sementara itu, Billah mengurus administrasi dll.

Setelah CTG selesai, bidan yang berjaga pagi itu, mengecek kembali pembukaan, ternyata masih pembukaan dua. Lalu saya di "bersihkan" oleh bidan. Dimulai dari cukur daerah kemaluan dan mengeluarkan kotoran dari anus. Lalu kami dipindahkan ke ruang observasi sambil menunggu perkembangan pembukaan.

Kamis, 4 Februari 2016; 11.00 WIB

Tujuh jam pun berlalu....
Kontraksi yang saya rasakan tidak ada perkembangan. Bu Bidan cek dalam dan tetap pada pembukaan dua. Setelah mendapatkan konfirmasi dari dr. Bambang, akhirnya diputuskan untuk diinduksi. Saya diinduksi menggunakan obat. Obat tersebut dimasukkan ke dalam vagina. Obatnya tablet biasa, namun dibagi menjadi dua. Obat pertama ditunggu selama 6 jam, apabila tidak ada perkembangan, sisa obat dimasukkan kembali ke dalam vagina. Sampai pada obat kedua, tingkat pembukaan hanya sampai di pembukaan 4.

Oiya, selama pembukaan 1-4, saya dan suami saving energy dengan makan dan tidur. Kalau suami lebih lack of sleep ketimbang saya sih. Karena tidurnya di kursi.

Jum'at, 5 Februari 2016; 01.00 WIB

Akhirnya saya diinduksi kembali menggunakan infusan. Dan tidak lama kemudian ketuban saya pecah. Cukup banyak. Karena ketuban sudah pecah, maka saya diberi antibiotik untuk memberikan perlindungan bagi bayi.

Masuk pada pembukaan 5, mulesnya sudah mulai konstan dan kontraksinya sudah semakin cepat.
Di RS. BMC, apabila sudah masuk pembukaan 5, maka disarankan untuk "rocking", yaitu menggoyang-goyangkan pinggul selagi kontraksi. Saya dan suami dipindahkan ke ruang tindakan. Saya melakukan rocking pada setiap kontraksi sambil memeluk suami.

Dan benar! Pembukaan jadi semakin cepat.

Jum'at, 5 Februari 2016; 07.00 WIB

Saya memasuki pembukaan 8, dan lagi! Saya disuruh rocking oleh bidan-bidan. Dikarenakan perut gantung saya, bayi agak sulit menuju pintu terakhir. Jadi kalau kata bu bidan, ada tanda-tanda dimana si ibu boleh mengejan. Diantaranya adalah sudah ada tonjolan di perinium dan kepala bayi sudah berada di pintu terkhir (kata bu bidan ada tiga pintu yang harus dilewati oleh bayi). Nah, bayi saya nyangkut di pintu terakhir. Maka dari itu saya disarankan rocking. Setelah rocking, saya rebahan lagi sambil meraung-raung. Ya, meraung-raung. Rauangannya apa: "Bu Bidan mau ngeden!"

Asli, memasuki pembukaan 8, rasanya udah pengen ngeden aja. Curi-curi saya ngeden (padahal ngga boleh karena akan bikin trauma bagi si miss v).

Apa yang dilakukan suami? Dia mengabari keluarga bahwa saya sudah memasuki pembukaan 8. Kemudian menyemangati saya. Dia mempraktekan instruksi bidan: "Tarik, tiup, tarik, tiup!" Ehm, ngeliat mukanya sih beneran ngasih semangat, tapi I've known him for 8 years! Keliatan banget pengen ngetawain istrinya yang lagi teriak-teriak nahan kontraksi. Lalu saya menginstruksikan suami untuk kontak dr. Bambang untuk segera datang. Maklum lagi senewen, pokoknya dokter harus dateng saat itu juga. Padahal aslinya sih masih lama sampe lahiran... 

Tidak lama kemudian, dr. Bambang pun datang, dengan tenangnya beliau memeriksa saya DAN pasien di sebelah yang juga mau melahirkan anak ke-2 atau ke-3, intinya bukan anak ke-1. Saya sampe ngga sadar kalau di sebelah ada pasien yang mau lahiran juga. Kenapa? Soalnya ybs cuma: "Aw, aduh, aw, aduh..." Kaya mau pup aja gitu...

Anyway, setelah dr. Bambang cek, beliau menyarankan untuk menunggu sekitar setengah jam, sontak saya langsung menarik lengan dr. Bambang dan bilang "Ngga mau dok, mau ngeden sekarang aja!" Pokoknya hari itu adalah hari bawel sedunia. Semuanya saya teriakin...

dr. Bambang ke ruang sebelah dan kurang dari 15 menit, bayi tetangga sebelah lahir! Makinlah saya drop. Kok bayi saya ngga lahir-lahir.

Jum'at, 5 Februari 2016; 09.30 WIB

Kali ini semua bidan dan dr. Bambang fokus menangani saya. Saya sudah memasuki pembukaan 10, namun si bayi stuck di pintu terakhir. Akhirnya diputuskan untuk di vakum dengan "sedotan" paling rendah serta dibantu dorong oleh bidan. Ketika kepala bayi sudah keluar di pintu terakhir, AKHIRNYA saya MENGEJAN sebanyak 2x.

Jum'at, 5 Februari 2016; 09.47 WIB

Alhamdulillah, lahirlah putra pertama kami, Giomar Adiasta Aslah pada 05 Februari 2016, pukul 09.47 WIB dengan berat: 3160 gr dan panjang: 51 cm.

Nama Giomar Adiasta merupakan nama pilihan saya dan Aslah merupakan pilihan suami. Makna dari nama tersebut:

Giomar: Terkenal
Adiasta: Pemimpin/Pemerhati
Aslah: Sebenarnya singkatan dari nama kami, Tasya & Billah, namun setelah dicek, ternyata ada artinya yaitu Yang Lebih Baik.

InsyaAllah Giomar Adiasta Aslah akan menjadi seorang pemimpin/pemerhati yang baik dan dikenali banyak orang. Amin Allahuma Amin...

Nah! Kalau ada yang nanya sakit ngga pas dijaitnya? Saya yakinkan, ngga sakit sama sekali!

Mengingat kembali proses persalinan yang memakan waktu sekitar 30 jam ini benar-benar membuat haru. Perut ngga karuan rasanya, hidung mampet karena flu, kantong mata yang super berkantong, ngantuk dan lapar, tapi semuanya terbayarkan ketika Giomar lahir dan ditaro di atas dada... Alhamdulillah. Alhamdulillah. Salah satu target dalam hidup selain bisa nyetir mobil dan nindik telinga, achieved, yaitu lahiran secara normal.

Terima kasih untuk semua yang selama 30 jam memberikan support dan doa untuk saya, Billah dan Giomar.

Saturday, January 2, 2016

"Kalau kaya gini, ada yang polos ngga, Mbak?!"

Sebelum tujuh bulanan, saya pribadi sudah ancang-ancang untuk membeli kebutuhan Kakak dan saya pribadi paska lahiran. Anehnya, setelah tujuh bulanan, saya malah mengulur-ulur waktu untuk membeli ini itu. Mungkin karena cuaca juga kali ya, ujaaaan terus. Jadi saya males. Sampai pada akhirnya saya dan suami mampir ke toko bayi "Tiara", Bogor. Toko Tiara ini merupakan top list rekomendasi orang-orang Bogor yang hendak ngeborong perkakas bayi/ibu. Mengapa? Murah! Waktu itu kami kesananya Minggu siang. Fix, kami salah jadwal. Keadaan toko saat itu rame banget dan tokonya tidak terlalu besar. Saran saja, lebih baik kalau mau kesana, mending weekdays dan jamnya pagi sekali atau sekalian menjelang malam. Jadi toko tidak terlalu ramai.

Hari itu, kami tidak berlama-lama di sana, hanya membeli atasan tangan pendek, atasan tanpa lengan, celana panjang, celana pendek dan topi dengan ukuran new born, S/M.

Berdasarkan cerita teman-teman, size new born tidak terlalu lama terpakai, sehingga saya mix antara size new born dengan size S/M. Selain itu, baju Kakak motifnya harus polos! Harus! Kalau bisa warnanya monochrome malahan. Jadi, pas masuk toko, pertanyaannya: "Kalau kaya gini, ada yang polos ngga, Mbak?!"
Maklum, saya dan suami cinta mati sama warna monochrome! 

Setelah belanja sekali, ternyata bener ya, langsung ketagihan dan baru ngerasa banyak yang belum lengkap. Akhirnya saya membuka catatan dan mencheck list kembali perlengkapan Kakak dan saya. Oya, sebelum saya resign, Alhamdulillah orang kantor banyak yang kasih hadiah untuk Kakak. Jadi ada beberapa barang yang ngga perlu dibeli lagi.

Saya iya-in aja apa kata orang-orang, belinya jangan banyak-banyak. Namun, saya pun melihat keadaan cuaca, dimana prediksi lahir Kakak, tepat pada puncaknya musim hujan. Jadi, saya beli agak banyak untuk atasan dan popok kain. Sampai saat ini sih saya bertekad mau kasih popok kain. Well, we'll see!

Selain ke toko "Tiara", saya pun membeli beberapa barang di "Baby House", tempatnya nyaman, meskipun tetap saja ramai. Untuk harga, saya tidak terlalu memperhatikan, namun kalaupun ada perbedaan, paling hanya beberapa perak. Intinya enak kalo mau agak lama-lama di toko ini.

Barang terakhir yang sampai saat ini belum saya beli adalah alat pumping electric. Kebetulan saya dapat lungsuran yang manual. Saya dan suami mau lihat dulu seberapa butuh pumping electric karena status saya yang tidak bekerja, jadi saya ingin menyusui langsung. Meskipun katanya akan ada masa dimana saya harus pumping.

Sekarang saya dan Kakak sudah memasuki 35 minggu! Bismillah....

Can't wait to see you Kak!